BRIAN Kusuma Wardhana sudah kembali ke rumah kos yang berbentuk bangunan joglo
dengan beberapa sangkar perkutut milik Si Empunya kost, setelah tadi berpisah
dengan para sahabatnya di kampus. Kicauan yang didendangkan makhluk lucu
bersayap itu begitu merdu meski terkurung di dalam sangkar. Perkutut berparuh
lancip itu pun seakan turut memberikan ucapan selamat suka cita kepada Bre yang
telah berhasil melewati ujian sidang skripsi dengan sukses dan lancar. Saipul
yang tahu Bre sudah pulang dari kampus langsung bergegas untuk nyamperin teman
satu kosannya itu.
“Gimana Bre sidangnya?
Sukses kan?” tanya Saipul menggebu-gebu.
“Berkat doa lu juga, Pul.
Gue akhirnya lulus...,” jawab Bre sambil mengembangkan senyumannya.
Wajah Bre yang tadi pagi
begitu tegang sekarang terlihat sangat santai. Beban di pundak yang begitu
berat kini telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan.
“Mantaap, Prend!!” ujar
Saipul ikut merasa senang dan langsung memeluk Bre. “Dapat nilai apa?” tanya
Saipul lagi.
“A..”
“Waah hebat banget lu, Bre!!
Besok kalo gue maju sidang tolong doain juga yaa biar gue juga dapet nilai
A...,” lanjut Saipul.
“Ga usah lu minta, pasti
gue doa in kok, Pul. Lu sahabat baik gue. Yaa ngga?? Hehehee...,” bilang Bre
sembari ketawa pelan.
“Hahahaa.. Siip dah!” kata
Saipul.
Bre terdiam sejenak karena
tiba-tiba teringat dengan kerikil hias pemberian Keysha yang harus segera
dihitungnya. Tapi, Bre juga inget bahwa dia harus ke kantor Ibu Dini untuk
mengambil hadiah Galaxy Tablet hasil dari kesuksesannya membawakan lagu Nirvana
kemarin. Setelah menimbang-nimbang sebentar, akhirnya Bre memutuskan untuk
mengambil hadiah itu terlebih dahulu sebelum entar menghitung kerikil
warna merah dan kerikil warna hijau dari Keysha Luna Djatmiko.
“Pul, lu sibuk ga hari
ini? Ada kelas ga lu?” tanya Bre pelan.
“Gue ga ada kelas Bre, so today gue nyantai aja kok di kosan.
Emangnya kenapa?” tanya Saipul sambil merogoh saku celananya untuk mengeluarkan
sebungkus rokok.
“Gue mau minta anter
sebentar neh, ke kantor provider telekomunikasi..”
“Siaap deh Bre. Kapan?
Sekarang??” tanya Saipul tapi langsung dijawabnya sendiri.
“Yuhuu, sekarang, Pul..”
“Oke gue nyiapin motor
dulu...,” kata Saipul langsung ngeloyor nyiapin motor kesayanganya.
Bre dan Saipul telah
sampai di depan kantor Ibu Dini yang berdiri kokoh dan tampak indah dengan
beberapa tumbuhan di halaman depan, sehingga tampak asri dan teduh.
“Lu tinggal aja, Pul,”
kata Bre seraya merapikan rambutnya yang semakin panjang.
“Ntar pulangnya gimana
lu?” tanya Saipul.
“Gampanglah. Naik angkot
juga bisa..”
“Okee deh kalo gitu, Bre.
Gue cabut dulu yaa..”
“Thanks banget ya Pul. Elu
hati-hati di jalan...,” pesan Bre kepada temen satu kosannya itu.
“Beres!!”
Saipul pun berlalu dari
tempat dimana Bre masih berdiri di depan kantor salah satu provider telekomunikasi.
Akhirnya, Saipul pun menghilang ditelan keramaian jalanan di siang hari sabtu
itu.
Dengan langkah yakin
karena akan mendapatkan sebuah gadget canggih, Bre memasuki ruangan front office dan bertanya kepada salah
seorang yang sedang incharge di situ.
“Siang, Mbak. Nggg.. Bisa
bertemu sama Ibu Dini Amalia?” tanya Bre dengan ramah.
Mbak yang ada di front office sedikit kaget dengan
memicingkan kedua matanya, ketika ada cowok dengan penampilan eksentrik
bertanya kepadanya.
“Udah janjian belon, Mas?”
tanya balik Mbak resepsionis kepada Bre.
“Iyaa, tadi pagi sudah
janjian kok..”
Sebelum Mbak resepsionis
itu memencet nomor telepon ekstensi ke ruangan Boss nya, tiba-tiba terdengar
suara yang merdu.
“Hi.. Brian kan?” tanya
suara merdu itu dari arah samping Bre.
Bre langsung menolehkan
kepalanya ke samping untuk mencari sumber suara yang memanggilnya.
“Siang Ibu Dini. Iya, saya
Brian...,” sapa Bre sembari langsung mengulurkan tangannya untuk berjabat
tangan.
“Ini saya mau makan siang,
kamu sekalian aja ikut saya menemani makan. Lagian ini udah time for lunch kan? Hehehe...,” ajak Ibu
Dini ramah dan langsung tampak akrab dengan Bre.
“Iyaa, Mas ikut makan
makan aja pasti ditraktir kok gasah khawatir. Hihihiii...,” timpal Mbak
resepsionis sembari tertawa.
“Hahahaaa!!”
Sang Manager Area langsung
tertawa demi mendengar celotehan anak buahnya itu.
“Hehehee.. Iyaa deh, Bu.
Mari...,” ucap Bre ikutan tertawa dan langsung mengikuti Ibu Dini dari belakang
kearah parking area dimana Audi kesayangannya menunggu dengan setia.
“Brumm! Bruummm!!
Bruummm!!”
“Enaknya mau makan dimana
neeh, Bre??” tanya Ibu Dini membuka percakapan.
“Terserah Ibu Dini aja deh
yang milih. Saya mah manut aja gitu, hehehe...,” jawab Bre polos.
“Dini..”
“Maksudnya? tanya Bre
bingung.
“Just call me, Dini,”
tegas cewek cantik yang sedang mengemudikan mobil sedan kesayangannya itu. “Gue
kan masih muda, Bre. Masak dipanggil Ibu siih? Emang dah kaya ibu-ibu yaah?”
imbuh Ibu Dini sembari cemberut manja.
“Hehehee.. Iya deh Din.
Siap!” sahut Bre dengan kekehan magisnya.
“Tapi kamu yang traktir
yaa, Bre? Dompet gue ketinggalan neeh..”
“Hah! Apa Din? Eeh, ngg..
Gimana yaah? Gu..guee..ee....” ucap Bre gugup sambil menggaruk kulit kepalanya
yang tidak gatal.
“Kenapa emangnya?” Dini
menyunggingkan senyum mautnya seraya melirik Bre yang tampak bego.
“Ngg.. Gue bawa dompet
siih, tapi duitnya yang ketinggalan,” balasnya lugu.
“HAHAHAAA!!”
Dini yang cantik itu
tergelak-gelak demi mendengar alasan Bre yang begitu konyol menurutnya. Hari
sabtu yang indah ini, Dini mengenakan kemeja kerja warna putih dengan
renda-renda yang menghias dibagian krah dan lengan. Untuk bawahannya,
cewek penggemar berat Kurt Cobain ini mengenakan rok mini rada longgar. Rambut
indahnya yang panjang dibiarkan tergerai dengan kacamata hitam yang nangkring
di atas kepalanya berfungsi sebagai bando. So cutee!!
Sejuknya ac yang
menyelimuti di dalam mobil sangatlah nyaman untuk melawan terik mentari yang
menyengat galak. Mata elang Bre pun segera piknik memandangi tubuh cewek cantik
yang sedang berkonsentrasi memacu mobilnya membelah jalanan kota. Tenggorokan
Bre pun tampak menelan ludah demi melihat pesona yang ditunjukkan oleh Miss
Dini.
“Ehemm! Eheemm!!” Dini
berdehem.
Senyum manjanya
tersungging saat tahu kelakuan nakal mata seorang mahasiswa yang suka
membagi-bagikan tanda tangannya kepada Bik Sumi. Brian pun kaget mendengar
deheman merdu dari mulut mungil manager area provider telekomunikasi ini.
“Perasaan kalo naik mobil
pandangannya kedepan deeh. Tapi yang ini kok malah ke bawah yaa?? Kaya mau
nyari jangkrik,” gumam kalem cewek bertubuh semampai sambil menahan tawa seraya
tangan kirinya memutar CD player.
“Hehehee.. Siapa tahu ada
jangkriknya...,” jawab Bre ber-alibi garing.
“Hahahaa! Bree..Bree..bisa
aja lu...,” balas Dini sembari menggeleng-gelengkan kepala mendengar alesan
Bre.
Diiringi lagu cadas dari
BurgerKill, akhirnya mobil sedan berkelir hitam mengkilat itu memasuki sebuah
restoran. Mereka berdua berjalan beriringan sambil masih senyam-senyum dengan kejadian
di dalam mobil barusan.
“Di sini??” tanya Bre
menunjuk ke sebuah meja dan langsung duduk di kursi yang mengelilingi meja. “Okee
kalo kamu mo duduk disitu yang terlalu deket dengan parkir. Gue di dalem
sebelah samping aja..”
Dini langsung ngeloyor melangkahkan
kakinya ke bagian dalam resto dan membiarkan Bre yang terduduk bengong
sendirian. Tak berapa lama, Bre pun ngibrit menyusul Dini.
“Disini aja. Gimana?
Asyiik kan?” tanya Dini dengan senyum manis menggoda, sambil memasuki sebuah
saung gazebo lesehan.
“Waah siip banget, Din!
Pilihan yang tepat,” jawab Bre dengan acungan jempol menyetujui cewek ber-bando
kacamata hitam.
Dini duduk dengan menekuk
kedua lututnya seperti seorang pertapa. Cowok bertubuh tegap itu segera
menyusul duduk berhadapan dengan nona cantik ini. Bre dan Dini mulai membaca
menu, kemudian menimbang, dan memilih, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk
memesan menu makan siang yang lezat-lezat kepada pelayan restoran tersebut.
“Padahal saung ini terbuka
gini tapi kok masih pengap dan gerah yaa...,” celetuk kekasih Reno sambil
mengibas-kibaskan telapak tangannya.
“Ga begitu gerah juga
kalee, Din.”
“Itu kan menurut elu, Bre,”
sahut Dini cepat.
“Gue kipasin gimana?”
tawar Bre sembari mengambil daftar menu untuk memberi angin ke arah cewek yang
duduk di hadapannya.
“Ga usah Bre. Emang gue
sate apa? Pake dikipasin?”
“Hehehee..”
Lunch together in togetherness pun menjadi
ajang Dini untuk menggoda Bre. Seperti ketika sudah menyendokkan makanan dan
kemudian akan menelannya, Dini sedikit meleletkan lidahnya yang berwarna merah
segar itu untuk menjilat-jilat bagian bawah sendoknya, menyentil-nyentilkan
lidahnya, sebelum akhirnya memasukkan sendok tersebut ke dalam mulut mungilnya
dengan ekspresi sedikit memercingkan mata beningnya. Brian cuma terbelalak
dengan aksi nakal bidadari itu.
“Bre, Galaxy Tabletnya
lupa ngga aku bawa neeh...,” kata Dini tiba-tiba.
“Hah!! Uhukk! Uhukkk!!”
Bre pun tersedak.
“Nhaah tuuh!! Makanya
ati-ati, Bre. Ngeliatin apa siih? Kok tegang gitu? Hihihiii.. Minum dulu, Bre...,” ucap Dini sambil tersenyum
karena tahu kalo cowok aktivis kampus itu terpana dengan aksi nakalnya.
“Hehehee.. Makanannya enak
banget neeh, jadi tersedak deeh...,” timpal Bre mengeluarkan jurus ngelesnya. “Lha
terus gimana dong, Din..” tanya Bre setelah meneguk es soda gembira.
“Kamu abis ini ikut aku
dulu ngambil tuuh barang yaa...,” ajak Dini Amalia sambil mengambil buah pisang
sebagai makanan penutup.
“DOORRR!!!!” teriak Dini.
“GLEEKK!! Uhukk!
Uhuuukk!!” Bre tersedak puding dan langsung terbatuk-batuk karena kaget oleh
suara pistol yang terdengar menggelegar keluar dari mulut cewek cantik itu.
“Hihihiii.. Udah yuuk cabut, Bre,” ajak Dini seraya
berdiri dari duduknya.
Dini berjalan mendahului
Bre yang juga tampak mengikuti dirinya. Seulas senyum genit tersungging di
bibir manis Dini. Setelah membayar sejumlah rupiah, mereka berdua pun segera
meluncur ke tempat Dini untuk mengambil Galaxy Tablet.
“Bruuum!! Bruuumm!!
Bruummm!!”
Pedal gas merk Momo
diinjak oleh Si Empunya kaki berkali-kali sebelum..
“CHIEETTTTHH!!!
CHIIEETH!!”
Dengan menekan setengah
kopling dan injakan pedal gas yang dalem, Michellin itu berputar sliding
sebentar dengan mengeluarkan asap putih sebelum melontarkan bodi yang disangganya.
WHUUUSSSS!!!
Sementara itu suasana
berbeda di halaman depan rumah keluarga Djatmiko..
“Tangkap, Sha!! Awas
jangan sampai lewat!!” teriak Burhan Djatmiko, Papa Keysha dari atas pohon
jambu.
“Beres, Pa!! Tapi
satu-satu dong, jangan barengan yaa!!” balas Keysha dengan teriakan yang tak
kalah lantang.
Di teras rumah, Mama
Keysha terlihat sedang membersihkan beberapa buah jambu yang telah diunduh. Keluarga
bahagia itu ternyata sedang memanen buah jambu dari pohon yang berdiri tegak di
halaman depan rumah ber-cat cokelat mereka.
“Seandainya Brian ada di sini
pasti cepet neeh metik jambunya. Dengan rambutnya yang gimbal, pasti dia pinter
manjat pohon ya, Sha? Berayun-ayun lompat ke sana ke mari dengan lincah.
Hahahaa...,” celoteh Burhan Djatmiko meledek Keysha.
“Yeee.. Emang monyet apa?!
” sahut putri tercintanya dengan nada sewot.
“BRUUKKK!! GRASAAKK!!!”
Burhan Djatmiko pun landing dengan menghantamkan tubuhnya ke
tanah dengan sukses.
“Papa!! Duuh gimana sih??
Ati-ati napa??” teriak perempuan setengah baya dengan nada khawatir melihat
suaminya terjatuh dari pohon.
“Iyaa neeh, Papa. Makanya
ati-ati,” timpal Keysha. “Ga papa kan?” lanjutnya.
“Tenang, Sha, Maa. Papa
kan biasa manjat pohon kelapa. Jadi kalo cuman pohon jambu mah ceteek...,”
jawab Burhan Djatmiko tampak meringis.
“Nih minum dulu es tehnya,
Paa,” bilang Keysha sambil mengulurkan gelas ukuran gede berisi es teh.
“Makasih anak Papa yang
cantiik...,” ucap Burhan Djatmiko seraya mencubit gemas pipi putih putri semata
wayangnya itu.
“Iiiih..Papa geniit
aahhh.....,” sahut Keysha manja.
“Hahahahahaaa!!!” suara
tawa dari Mamanya terdengar menggema di suatu siang yang terik.
“Wah malam minggu neeh
ternyata, kira-kira siapa yaa ntar yang wakuncar?” kata lelaki itu dengan mimik
wajah lucu.
“Iiiih, Papa godain Keysha
terus kenapa siih??” pinggang Papanya langsung jadi sasaran cubitan gadis
jelita itu.
“Iyaa, yaa Paa. Kira-kira
siapa yaa? Apa jangan-jangan cucunya Mbah Surip??” seloroh Mama Keysha kalem.
“HAHAHAAA!!!”
Meledaklah tawa mereka
bertiga yang disebabkan kata-kata Sang Mama.
“Eh gimana Sha dengan
sidang skripsinya Brian? Katanya kemarin kan hari ini dia maju sidang??” tanya
Burhan Djatmiko.
“Iyaa, Pa. Hari ini Mas
Brian sidang, tapi dia belum ngasih kabar nih. Semoga aja lancar dan sukses,”
harap Keysha dengan raut muka cemas akan hasil sidang ujian skripsi Bre.
“Amieen!!” jawab Papa dan
Mama Keysha bersamaan.
“Kalo ada waktu suruh main
ke sini aja, Sha. Mau Papa ajak main catur..”
“Aaah Papa, masa disuruh
main ke sini cuma diajak main catur siih?” sahut istri Burhan tampak membela
putri kesayanganya itu.
“Iyaa neeh, Papa gimana
siih? Padahal kalo main catur selalu kalah ya, Ma. Hihihiii...,” ejek Keysha
sambil meminta persetujuan Mamanya.
“Betuul sayang. Papa mah
ga jago main catur. Kalo jago makan, baru percaya deeh,” imbuh Mama membela
Keysha.
“Yaa sudah kalo gitu ntar
kita tanding makan aja...,” ujar Burhan Djatmiko meladeni istri dan putri
cantiknya itu.
“Hahahaaa!!” Keysha dan
Mamanya langsung tergelak-gelak dengan kompak.
Kembali ke Brian dan Dini
Amalia..
“CEEKLEEK!! CEKLEK!”
Suara pintu yang tengah
dibuka..
“Welcome to my room sweet room, Bre...,” ucap Dini sambil menghidupkan
lampu ruangan tengah. “Gimana menurut lu, Bre? Keren ga?” imbuh cewek cantik itu.
“Waah, lux banget ruangannya, Din. Mana wangi
lagi. Emang tinggal sendiri yaah?” tanya Bre yang tampak kagum dengan berbagai
ornamen di ruang tengah kamar Dini.
“Iyaa, alone and lonely,” jawab kekasih Reno
dengan menyunggingkan senyum misterius.
“Eeh, minum apa, Bre?”
“Ngg.. Apa yaa? Yang
dingin aja deeh Din. Tapi ngerepotin ga?”
“Take it easy. Bentar gue ambilin, lu nyantai-nyantai aja dulu..”
Brian tampak terpukau
dengan apa yang ada di ruangan tengah dan segala arah penjuru kamar Dini. Serba
mahal dan mewah. Bre yang telah berhasil dalam ujian sidang skripsi tadi
sekarang tampak sedang serius mengamati sebuah patung etnik dari bumi
cenderawasih alias Papua.
“Sedang introspeksi diri
yaah Bre? Hihihii...,” bilang Dini terkekeh ketika tahu Bre sedang serius
mengamati patung kayu etnik yang berupa orang-orang pedalaman.
“Aah.. Bisa aja lu, Din.
Hehehee...,” sahut Brian cengar-cengir ga jelas.
“Nih diminum. Eeh Bre, gue
tinggal mandi bentar yaah. Gila, lengket nih badan gara-gara udara di resto
tadi yang gerah. Lu silahkan baca tivi atau liat majalah. Eeh, kebolak ya? hihiii.. Ber-foto sama patung
juga boleh kok,” ucap Dini ngegodain Bre.
“Kocak juga lu orangnya,
Din. Kaya gini juga manager areaaa??? Hahaa!! Eeh, tapi jangan lama-lama yaah
mandinya. Gue ga enak nih...,” pinta Bre.
“Iyee..iyeee, bawel banget
sih lu. Dah gue tinggal dulu..” ujar cewek cantik itu seraya bergegas menuju
kamar mandi yang berada di kamar pribadinya..
Setelah beberapa saat,
tiba-tiba handphone Dini yang
tergeletak di ruang tengah dimana Brian lagi duduk santai, berdering. Bre
sedikit kaget mendengar teriakan nyaring dari HP tersebut. Pintu kamar pribadi
Dini terbuka lebar, dan segera keluarlah cewek cantik kekasih hati Reno itu
dengan wajah yang begitu fresh sehabis mandi. Bre pun melihat sebuah
pemandangan yang sangat luar biasa dari tempat duduknya. Cewek itu
berjalan cepat menuju ke arah meja kecil sekitar dua meter dari tempat duduk
Bre, dimana handphone canggihnya yang
sedang berdering itu berada.
Perasaan Bre mulai kacau
balau seiring dengan hatinya yang berdesir kencang karena disodori pemandangan
yang sangat indah. “Anjriitttt, Jaackkk!!!” batin Bre.
“Bre, kemari sebentar
deeh..” ucap Dini tiba-tiba. “Bree, Galaxy Tabletnya tuuh di atas meja ambil
aja. Gue mau langsung tidur dulu capek banget. Ntar pintunya lu tutup aja dari
luar,” kata Dini.
“Okee Din. Thanks yaa,”
balas Brian seraya mengambil Galaxy Tablet diatas meja.
Brian pun melangkahkan
kakinya keluar dari kondominium lantai 7 dengan perasaan riang. “Sekarang
saatnya menghitung kerikil merah dan kerikil
hijau pemberian Keysha,” gumam Bre sambil menunggu angkot yang lewat.
***
“Bbrrrrr... Segerrr!!”
ucap Bre setelah mandi.
Sekarang dia sedang
memandang dan mengamati gadget nan canggih pemberian Dini.
“Wah keren juga nih
barang. Gimana cara pakenya yaa...,” gumam Bre katrok sambil membolak-balikkan
Galaxy Tablet-nya.
“Sekarang ngapain
enaknya?? Mmm...oh iyaa, kerikil!!” seru Bre dan segera melongokkan wajahnya ke
kolong tempat tidur kamar kosnya.
Kedua toples berisi
kerikil-kerikil hias itu dilihat-lihatnya sebentar. Kemudian diambilnya kertas
koran bekas dan dituangkannya kerikil warna merah itu di atasnya.
“Waah banyak juga nih kerikil.
Mana kecil-kecil lagi..”
Tanpa Bre sadar, dibukanya
toples satunya yang berisi kerikil hijau dan langsung dituangkan di atas kertas
koran yang sudah tertumpuki kerikil merah.
“SRRRKKHHH!!”
“Waduuh. Bloon banget sih
gue?? Kalo gini kan semakin sulit untuk menghitungnya,” kata cowok yang
rambutnya masih tampak basah itu seraya menepuk jidatnya sendiri, ketika
melihat kerikil dengan dua warna itu sudah tercampur aduk merata sehingga
membentuk adonan yang tampak lebih indah.
Brian menggaruk-garuk
kulit kepalanya yang tidak gatal. Dia berdiri untuk mengambil T-shirt polo yang
ada kantung saku nya di dada.
“TOK! TOOK!! TOKK!!”
“Briaan..Bre..haloo...,”
terdengar suara lembut cewek yang mengetuk pintu kamarnya.
“Hmm.. Siapa yaa? Dini
kah??” batin Bre ngarep dalam hati. “Iyaa bentaarr!!” sahut cowok aktivis BEM
dan HMJ seraya melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamar.
“CLKEK KRIEEET!!” suara
daun pintu kamar kos Bre terbuka.
“Halo, Bree...,” sapa
cewek cantik berkacamata minus ¼ itu sambil menyunggingkan senyum terbaiknya.
“Ibu Carissa...” Bre
tergagap kaget karena ga nyangka dosen cantik itu tiba-tiba sekarang telah
berdiri di depan pintu kamar kosnya.
“Kenapa? Kaget yaah? Hehee..
Karebet yang ngasih tahu kosan kamu. Ngg.. Boleh masuk?” kata Ibu dosen.
“Oohh..iyy..iyaa silahkan,
Bu. Silahkan..”
“Hahaa!! lucu banget
tuuh...,” ucap Carissa Adel Gayatri tergelak, ketika tahu ada Super Hero
Superman yang diedit menjadi BreeMan.
“Hehee.. Iseng aja kok,
Bu..”
“Eeeh ini apaan, Bre?
tanya pacar Pak Pram yang juga seorang dosen itu, ketika melihat kerikil hias.
“Ooh, itu cuma kerikil
hias untuk Aquarium. Ngomong-ngomong ada apa yaa, Bu?? Tumben bisa nyasar
sampai di sini?” tanya Brian heran seraya menatap wajah cantik Ibu Carissa.
“Hmm, gini, Bre. Aku kagum
banget sama perjuangan kamu dalam mendapatkan hasil yang bagus diujian sidang
skripsi tadi. Semangat pantang menyerah dan keuletan yang telah kamu tunjukkan
bener-bener patut mendapatkan apresiasi tinggi. Makanya, aku ke sini untuk
memberikan sesuatu buat kamu. Niih...,” kata Ibu Carissa seraya menyerahkan
sesuatu kepada cowok yang pernah menyita perhatiannya itu.
Bre membuka amplop warna
coklat dengan perlahan dan hati-hati. Dia membaca apa isi yang terkandung dari
dalam amplop cokelat tersebut. Mata elangnya membelalak berbinar takjub seakan
tak percaya dengan apa yang sedang dipegang dan dibacanya saat ini.
“Ib.. Ibu..uu
ser..seriuuss??” tanya cowok berwajah ganteng itu dengan nada gemetar.
“Yaah!! Spesial untuk
kamu. Karena aku bangga dengan prestasi yang telah berhasil kamu torehkan,”
jawab mantap dosen muda itu dengan menganggukkan kepalanya. “Maaf banget yaa
Briaan. Sebenernya ini adalah cara untuk membayar dosaku yang telah menunda-nunda
dan mempersulit kuliah kamu untuk mencapai gelar kesarjanaan. Tentunya kamu
dulu sangat down dan secara materiil juga kamu yang menanggungnya. Makanya, ini
aku berikan kepadamu. Aku tulus memberikan ini disaat kamu berhasil meraih
gelar sarjana yang kamu idam-idamkan selama ini. Dan aku harap kamu suka
menerimanya. Be Happy...” imbuh Ibu Carissa.
Isi dari amplop cokelat
itu bergambar logo sebuah travel agent
terkemuka yang telah mendaftar nama Brian Kusuma Wardhana sebagai passanger maskapai penerbangan domestik
dengan tujuan Bali, lengkap dengan penginapan dan akomodasinya untuk 2 orang
selama 3 hari 2 malam.
“Terima kasih banget, Bu.
Terima kasih atas kebaikan Ibu selama ini. Gue ga tahu gimana cara ngebalesnya
kelak,” seolah kehabisan kata-kata, hanya itulah kalimat yang mampu Bre
ucapkan.
“Sama-sama Brian. Bukankah
seorang pejuang yang tak mengenal kata menyerah, pantas mendapatkannya? Oke!!
Ya sudah, kalo gitu aku cabut dulu yaa.. Have
a nice journey, ganteeng. Hehehee...,” dosen cantik itu berpamitan seraya
terkekeh merdu.
Sepeninggal Ibu
Carissa.....
“Edaan!! Bagaimana bisa
gue mendapatkan semua ini?” gumam Bre seakan masih ga percaya.
Tangannya masih terlihat
menggenggam hadiah paket wisata dari Ibu Carissa, kemudian dimasukkan kedalam
saku T-shirt Polo-nya. Setelah rasa senangnya mereda, Brian pun kembali
melanjutkan menekuni kegiatannya, yaitu menghitung kerikil hias untuk menentukan
nasib bunga cintanya.
“1..2..3..4..5..6..7....10....17....25....27....39....40....47....57....62....69....73....80....87....92....99....112....120....133....137....142....”
Bre berkonsentrasi penuh
dan terus bergumam dalam menghitung.
“Bree!! Woi! Lu didalam
ngga?? Gue Saipul..”
“Aah, kamprett!! Ada-ada
aja. Huuh!!” batin Bre seraya berjalan membukakan pintu. “Kenapa sih, Pul??”
tanya Bre mencoba untuk tetap bersabar.
“Pinjem charge hape,
dong..”
“Niih. Cepet dibalikin
lho..”
“Bereees deh. Thanks
yaah..”
Brian kembali melanjutkan
hitungannya lagi.
“Waduuh sampe berapa tadi
yaa?? Aaargghhh!!!” wajah Bre tampak lemas setelah gara-gara Saipul, dia jadi
lupa akan jumlah hitungannya.
“1..2..3..4..5..6..7....10....17....25....27....39....40....47....57....62....69....73....80....87....92....99....112....120....133....137....142....148....155....170....,”
Bre terus bergumam dalam
menghitung. Setelah beberapa menit berkutat penuh dengan konsentrasi...
“Bree, nih charger lu ga jadi pinjem, gue...,” kata
Saipul tiba-tiba mengagetkan.
“HAH! Kenapa emang?”
“Ga cocok ternyata. Lagian
ni gue laper, mo makan dulu. Lu barengan ga?”
“Nggg.. Gue entar aja deh,
Pul,” ucap Bre dengan wajah mulai dongkol.
“Oke deh kalo gitu...,”
kata temen satu kosannya itu segera berlalu.
“Fyuuuhh!! Akhirnyaa
cecunguk satu ini minggat juga,” Bre menghela nafas lega.
Tapi belum juga sempet
mengisi paru-parunya dengan oksigen yang lebih segar. Tiba-tiba...
“Eeh, apa lu nitip
dibungkus aja, gimana? Pengen lauk apa?! Rendang, bandeng, cakar ayam, atau
lebih murah bulu ayamnya saja gimana?” goda Saipul jail tanpa dosa seraya
melongokkan kepala dari balik pintu, karena dia tahu kalo Bre sedang sibuk.
“WHATT!! Ga usah
Saipuuuuul ganteeeeenggggg!!” sahut Bre geram.
“HAHAHAAA!!!” tawa Saipul
meledak ketika raut muka Bre berubah menjadi kacau. Dan dia langsung ngambil
langkah seribu karena dilihatnya Bre mengambil tipe-X untuk dilemparkannya.
Whuuzzz!!
“AARRGHHH!! KUTU
KUPRETTT!!!” pekik Bre jengkel sejengkel-jengkelnya, sembari berjalan kembali
menghampiri kerikil-kerikil hias yang terdiam. “Huuu! Hu!! Huu!! Hu!! Lu bener-bener
kebangetan, Pul. Rese deh lu. Gue musti ngitung lagi neeh kerikil dari awal. Huuaaa!!”
ratap pilu keluar dari mulut cowok yang baru saja mendapatkan hadiah istimewa
dari Ibu Carissa. SEMANGAATTT!!!
“1..2..3..4..5..6..7....10....17....25....27....39....40....47....57....62....69....73....80....87....92....99....112....120....133....137....142....148....155....170....188....193....198....200...
Yessshhh!!” seru Bre.
Akhirnya setelah sekian
lama berkonsentrasi penuh peluh di jidat dan menghadapi berbagai godaan...
“Ini kerikil merah
berjumlah 200, berarti..berrartiii otomatis kerikil warna hijau berjumlah 201.
Dan derarti jugaa.. YEESSHHHH!! GUE DITERIMA JADI PACAR KEYSHAA!! NENG NENG
NONG NENG!! NENG NENG NONG NENG!! NENG NONG NENG!!! Prikitiwww, PAK DHEE!!”
Brian Kusuma Wardhana
berasa menjadi orang gila setengah waras, setelah dia menerima berkah, dan
anugerah beruntun. Tarian maut yang dipelajarinya dari kitab sakti Wasiat Dewa
pun dipraktekkan. Gila!! Gilaa memang!! Pertama dapet Galaxy Tablet, kedua
dapet paket wisata dari Ibu Carissa, dan ketiga dia berhasil memenangkan trofi
cintanya Keysha. Trofi cinta itu diangkatnya tinggi-tinggi. CHAMPIONES..CHAMPIONEES!!
Galaxy Tablet, paket wisata dan cinta Keysha merupakan kombinasi kado hadiah
kelulusan yang sangat luar biasa untuk hari ini. Triple Gift.
“Keyshaaa, I’m comminggg. Wait me as far as I’m waiting you..”
0 Komentar untuk "Juwita Hati: Triple Gift, Hadiah Kelulusan"
Untuk diperhatikan!!!
1. Dalam berkomentar gunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang menyisipkan link aktif
3. Komentar yang mengandung unsur kekerasan, porno, dan manyinggung SARA akan dihapus