HARI senin yang cerah, burung-burung
bernyanyi, alam ceria, dan dunia penuh warna. Di sebuah kamar kosan, terlihat
Bre sedang asyik berbenah diri memakai kemeja terbaiknya. Tak lupa rambut
gondrongnya ia sisir rapi. Walau tetep aja ga bisa kelimis. Langkah pastinya
terayun mantap menuju ruang sidang 3 di lantai 3. Hari itu adalah hari
penentuan nasib kuliahnya. Apakah ia akan terus bertahan sebagai danyang
kampus? Ataukah ia akan segera terbang melejit meninggalkan kamus tercintanya
tahun ini?
“Selamat pagi...,” senyum ramah Bre terkembang saat
wajahnya menyembul di balik pintu ruang sidang 3. Di sana telah hadir Ibu
Carissa, Pak Subroto, dan dua orang teman kuliah Bre.
Ujian lisan segera berlangsung. Berbagai pertanyaan
dan soal jawab yang dilontarkan Ibu Carissa berhasil dilibas Bre tanpa
mengalami hambatan yang berarti. Beberapa pertanyaan tak sanggup dijawabnya,
namun itu dalam presentase kecil dibanding jumlah pertanyaan yang berhasil
dijawabnya. Senyum keyakinan Pak Baroto seakan menunjukkan bahwa Bre
adalah andalannya dalam hal akademis. Pak Baroto tak meragukan lagi kemampuan
berpikir Bre yang cemerlang dan kefantastisan sebongkah berlian yang terkungkung
didalam tempurung kepala Bre.
“Baiklah Brian Kusuma Wardhana..dengan ini saya
memberikan nilai B untuk ujian kali ini. Selamat ya!!” ucap Ibu Carissa menutup
ujian dengan langsung menyampaikan hasil dari ujian Bre.
Bre terlonjak dari tempat duduknya. Hatinya senang
bukan kepalang. Tak sadar ia berjoget ala Ayu Ting Ting sambil berulang kali
mengucapkan kata sik asik...sik asik...sik asik..sik asik. Pak Subroto dan Ibu
Carissa hanya bisa tersenyum heran melihat tingkah laku Bre. Tepuk tangan kedua
teman Bre mengiringi setiap liukan tubuh Bre yang masih sik asik berjoget
dengan girang. Bre keluar dari ruang sidang sambil tetap tersenyum penuh
kemenangan. Tingkah lakunya lucu dan konyol sekali. Ia menirukan gaya kontestan
Indonesian Idol yang berhasil lolos seleksi dihadapan juri Ahmad Dhani, Agnes
Monica, dan Anang Hermansyah. Tingkah lakunya itu spontan menjadi perhatian
teman-temannya yang berada di sekitar lantai 3.
Siang harinya, Bre sedang duduk di samping tangga
sambil sibuk ber-WhatsApp ria, yaitu sebuah software messenger besutan Android
seperti layaknya melakukan BBM. Bre masih hanyut dalam keasyikannya ketika
datang sebuah mobil Avanza putih keluaran terbaru dan parkir tepat di ujung
bawah tangga yang sedang 'dihinggapi' Bre. Mau tidak mau Bre menjadi terusik
oleh kehadiran mobil itu. Seorang pria turun, umurnya ditaksir Bre sekitar
27-28 tahun.
Dandanannya eksklusif dengan kemeja putih dan celana
katun putih gading. Selembar dasi bertengger di lehernya. Saat Bre menatap
wajah Si Empunya mobil, Bre terperanjat. Rambut Si Pria ternyata gondrong mirip
rambut Bre. Wajahnya juga cukup ganteng meski menurut Bre pasti lebih gantengan
dia. Yahh..dimana-mana kecap nomer satu emang. Tubuhnya juga gagah beracun dan
tegap bersambung, sebelas-duabelas-lah
dengan postur tubuh Bre. Bre menjadi penasaran dengan Si Pria misterius itu. Diikutinya
langkah Si Pria yang ternyata tertuju ke arah ruang dekan. Begitu tubuh pria
itu menghilang di balik pintu ruang dekan, Bre segera mengintipnya lewat
teralis jendela ruang dekan yang sedang terbuka.
“Ohh...selamat datang Pak Pram. Perkenalkan, ini
jajaran beberapa dosen yang ada di sini. Sisanya sedang sibuk mengisi mata
kuliah di kelas-kelas. Yang paling ujung adalah Pak Indra, kemudian
disebelahnya adalah Ibu Sumartiningsih, berikutnya lagi adalah Ibu Kutni, dan
yang paling ujung adalah Ibu Carissa!”
“Bapak Ibu dosen yang terhormat, ini adalah Pak Pram.
Lengkapnya adalah Pramudya Kelana Putra. Beliau adalah dosen baru di sini
sebagai pengganti dari Pak Soeroso yang minggu kemarin telah pensiun. Silahkan
berkenalan!” suara Pak Subroto menggema di dalam ruangan dekan.
Bre baru tahu, ternyata pria maskulin perlente itu
adalah dosen baru di kampus. Bre mengira-ira bahwa dosen ini pasti bakalan
menjadi bintang baru dikalangan mahasiswi dan juga dosenwati. Gaya dan
tongkrongannya yang mantap bersahaja itu akan sangat memabukkan kaum hawa.
Hanya Bre masih tertegun heran, ternyata masih ada dosen yang berdandan
gondrong seperti itu. Gaya dosen baru itu mengingatkan Bre pada figur seorang
vokalis grup musik Pas band yang gondrong namun ternyata dia juga seorang dosen
seperti Pak Pram.
Bre kembali mengintip aktifitas yang ada di dalam
ruangan dekan. Tiba saatnya Pak Pram bersalaman dan berkenalan dengan Ibu
Carissa. Tiba-tiba suasana yang awalnya penuh canda tawa dan tegur sapa berubah
menjadi hening saat kedua tangan itu bersalaman. Seluruh mata di dalam ruangan
itu termasuk Bre memandang kearah Bu Carissa. Semua mata disana seolah
menyiratkan sebuah kalimat bahwa kedua dosen muda itu terlihat sangat serasi.
Senyum malu-malu Ibu Carissa terurai, namun masih terkalahkan oleh tatapan mata
elang Pak Pram—mirip tatapan mata Bre—sehingga membuat ibu jutek itu terlihat
salah tingkah. Kedua pipinya memerah. Sepertinya mereka telah jatuh cinta pada
pandangan pertama.
***
Malam belum terlalu larut ketika terlihat Bre sedang
mengendap-endap disebuah pelataran rumah seseorang mirip detektif Hercule
Poirot yang sedang menyelidiki kasus dalam kisah karangan penulis legendaris
Agatha Christie
TOK..TOK.TOKKK..CEKLEKK..KRIEETT..
“Selamat malam Bu..”
“Silahkan masuk ganteng! Mari-mari sini, duduk dulu..”
Ibu Carissa mempersilahkan Bre duduk di sofa dengan akrab dan ramah.
Mereka berdua mulai mendiskusikan hasil penelitian
selama ini. Klarifikasi data yang mereka peroleh. Terlihat serius tapi berkesan
santai suasana di ruang tamu itu.
“Bu, boleh saya menanyakan sesuatu?” kata Bre memulai
pembicaraan.
“Boleh kok it’s
oke. Apa emangnya?”
“Hmm.. Apa yang dimaksud Ibu Carissa mengenai lelaki
yang Ibu kenal lewat jejaring sosial itu Pak Pram, dosen baru itu?”
“Bukan dia lah. Ibu juga baru kenal tadi kok masak
udah fallin’ in love? Yang bener aja
dong, Bre!! Kamu itu polos apa belang-belang, hahaha... Masak langsung
nyimpulin kaya gitu?” jawab Ibu Dosen cantik itu seraya terkekeh dan becandain
Bre. “Tau ga, besok dia mau ngajak jalan Ibu, kamu ikut ga Brian?” tawar Ibu
Carissa sambil terlihat tetap serius meneliti kertas-kertas yang berserakan
diatas meja sofa ruang tengah.
“Aaah..yaa..enggak lah Bu, masak saya menganggu orang
yang sedang kasmaran. Emang enak jadi obat nyamuk?” sahut Bre bersungut-sungut.
“Hahahaha!!!”
Gelak tawa mereka berdua bergema di ruangan itu. Setelah
beberapa saat mereka berkutat dengan kertas-kertas laporan hasil riset, Bre pun
berpamitan dan beranjak pergi meninggalkan rumah Ibu Carissa. Tanpa ada sesuatu
yang enak-enak (makanan atau camilan enak maksudnya). Semuanya berjalan
datar-datar saja.
“Permisi Bu, selamat malam dan selamat beristirahat,”
pamit Bre sopan meski matanya ga pernah sopan sama sekali.
“Oke, hati-hati dijalan yaa ganteng..,” jawab Ibu
dosen cantik sambil tersenyum dan melambaikan tangan kearah Bre.
Keesokan paginya Bre berangkat ke kampus tercinta
dengan wajah riang setelah tadi dia sempet mampir di warung Bik Sumi untuk
sarapan. Hebatnya, setelah kenyang makan Bre cuman menggoreskan bollpoint di atas kertas. Tahu kenapa??
Karena itu adalah tanda tangan sebagai perwujudan dan saksi bisu kalo Bre
nge-bon alias ngutang. Payaah lu Breee!!! Siulan lagu Don’t Cry-nya G&R
terdengar mengalun dari bibir Bre. Ketika sampai di pertigaan jalan kampus yang
deket dengan tempat rental komputer, tiba-tiba deruman motor 4-tak yang ber-silencer Yoshimra mendekat kearahnya.
“Woi!!!!” seseorang berteriak kenceng. Plaakk!! Suara
pundak tertepuk keras.
“Kampret banget sih luu?? Ngagetin aja.. Lho Karen
mana?” tanya Bre setelah tahu bahwa orang yang ngagetin dirinya adalah Andi.
“Hahaha!! Kaget yaa?”
“Kagak!”
“Gaya lu Bre sok cool
ahh! Karen ngampus dong sedang gue gak ada kelas..”
“Siapa yang nanya?”
“Lho, kan barusan lu nanya, gimana siih??”
“Bener gue nanya, tapi kan gue nanya Karen bukannya
nanyain soal elu kuliah atau ga. Gue bukan emak lu kan, paham?!” kata Bre sok
serius.
“Aah..sialan luu, Bre. Eeh, ikut gue yuuk ke mall
bentar. Gue mo beliin sesuatu buat Karen neeh. Temenin gue yaa, Bre??” ajak
Andi berharap.
“Iyaa deh gue temenin. Tapi es Cappucino ma Creppes
yaa terus coklat Deli-nya satu..”
“Siip daah.. Buat lu apa siih yang enggak? Tapi bayar
sendiri yaa!! Wakakaka!!!!”
“Aaah..dasar bandit kompeni lu, reseeee!!”
Bre mendaratkan pantatnya di atas jok motor Andi dan
Plook! tergetoklah kepala berhelm Andi. Brrruuuummmmm!!!!! Mereka menuju salah
satu mall tempat nongrongnya kawula muda.
Bbrrrrr!! Sejuk ac langsung menyelimuti tubuh Bre dan
Andi. Mereka jalan-jalan mengitari mall dari lantai 1 sampai lantai paling
atas. Saling ketawa ketika melihat tante-tante ganjen dan saling melotot ketika
melihat ada makhluk cantik berpakaian minim. Muyuuussss Jack!! Kata mereka
berdua dengan kompak. Yuupz..antara Andi dan Bre tidak ada rasa canggung sama
sekali meski pun peristiwa balik nama, Karen dari Bre ke Andi, sudah
berlangsung. Mereka tetaplah seorang sahabat. Saluuttt Jackk!!!!
Bre sedang memilih berbagai macam snack disebuah sudut
rak sedang Andi berada di rak motor equipment.
Tak berapa lama, mata elang Bre menangkap sepasang pasangan yang tampak mesra.
Pasangan itu saling bergandengan tangan, sesekali lelaki itu mengusap lembut
rambut wanita dewasa yang tampak cantik dengan mesra.
“Ibu Carissa...,” gumam Bre lirih ketika tahu siapa
wanita dewasa yang tampak cantik itu. “Lumayan cakep siih, tapi lelaki dengan
perawakan tinggi itu berperut rada buncit, dengan baju yang tampak mahal
berkelas. Ngg.. Apakah lelaki itu yang selama ini di ceritakan Ibu Carissa?
Yang beliau kenal lewat jejaring sosial itu? Hmm.. Siapakah gerangan dirinya??”
Bre tampak berpikir keras. Tampak kerenyitan di kening
Bre. Kemudian Bre mendengar suara.
“Pengen apalagi sayang? Hmm...,” tanya lelaki paruh
baya itu dengan mesra. Sesekali mencium kecil telinga Ibu Carissa.
“Makan dulu aja Mas...,” ajak Ibu Carissa sambil
menarik mesra lengan lelaki perlente itu.
“Okee sayang. Yuuk..”
“Aseeemm!! Mesra banget mereka berdua. Dan kalo
dilihat sih serasi juga berpasangan dengan Ibu dosen yang cantik itu.” gumam
Bre, terpaku melihat kepergian Ibu Carissa dengan lelaki gebetannya itu atau
bahkan calon suaminya??
***
Burung-burung bersahutan menyambut pagi nan suci.
Kepak sayap lemah kupu-kupu membelah dan menembus kabut tipis di remang antara
gelap pagi buta dan berkas dari ufuk. Matahari masih malu-malu menunjukkan
sinarnya dibalik awan. Sisa-sisa kejayaan sang Rembulan belum sepenuhnya
hilang. Berkas temaram sinarnya yang indah tadi malam sejenak kemudian akan
hilang seiring dengan memudarnya gelap pagi ini. Pagi buta di hari minggu.
Tidak seperti biasanya, disaat orang pada umumnya masih sibuk dengan selimut
dan bantal bernoda liur, Bre terlihat sudah berbenah mengenakan setelan kaos
polos putih bertuliskan 'Fender' dan celana pendek berwarna hitam. Tak lupa
sepatu sport putih melekat manis di kakinya yang berbulu.
Jogging. Sebuah kebiasaan baru bagi Bre setiap minggu
pagi selepas perpisahannya dengan Karen. Bre beralasan bahwa jogging ini untuk
mengisi kesenggangan waktu yang tersisa karena tak ada lagi kesibukan dengan
Karen. Tapi diluar itu semua, yang pasti Bre jelas sedang 'membelokkan' hasrat
seksualnya kearah pengurasan fisik, yakni lari pagi agar tetap bugar. Taman
kota menjadi pilihan yang tepat bagi Bre untuk ber-jogging ria. Tempatnya yang
bersih dan asri menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku olahraga hari
minggu.
“HOSHH..HOSHH....(suara nafas Bre yang sedang
ber-jogging). Hoshh...hmm...lari pagi...badan sehat...hhhuhh..hahh...,” teriak
Bre dalam hati memberi semangat pada dirinya sendiri.
Di sisi kiri dari posisi berlari Bre, terlihat dua
orang cewek cantik nan seksi sedang berjalan santai. Ayunan kaki Bre melambat,
signal seorang Don Juan menyala menandakan ada target yang masuk di dalam area
serang Don Juan. Begitu posisinya telah sejajar dengan kedua cewek tersebut
mendadak Bre menarik gagang hand rim
dan menghentikan kaki seketika. Bruukk!!!
“Aduhh!!!” teriak Bre nyaring dan menjatuhkan diri di
samping cewek cantik. Spontan membuat kedua cewek tersebut kaget.
“Eitss...ada apa mas???” sambut salah satu cewek yang
paling dekat dengan posisi Bre dan merupakan target bidik Bre.
Bidikan Bre tak akan meleset. Dengan hanya melihat
tatanan rambut dan bentuk tumit, Bre sang Don Juan sudah bisa memastikan apakah
si cewek bidikan layak serbu ataukah jangan dahulu.
“Aduhh...maaf mbak...terkilir...uhh!!” lanjut Bre
sambil beringsut ke arah bibir trotoar namun dengan gerakan menghalang langkah
kedua cewek tersebut.
“Uhh kacian...sendirian mas?” ucap si cewek teman
target Bre sambil menarik tangan temannya untuk mendekat ke arah Bre dan
menolong Bre.
Kejadian berikutnya tentu sudah dapat ditebak para
pembaca semuanya. Aksi terkilir Bre akan dibarengi dengan hembusan ucapan manis
dari Don Juan. Ujung-ujungnya pasti diakhiri dengan permintaan nomor HP oleh
Bre.
“Mbak punya perban? Kain kasa itu lho mbak...,” ucap
Bre pada si cewek target.
“Buat apa mas?? Kan kakinya gak berdarah. Lagian aku
ga punya, ngapain aku bawa perban segala!!” balas si cewek bingung.
“Buat membungkus hatiku buat kamu...cieeehh. Kalo
nomor HP punya mbak???” rayuan maut karya Don Juan kadal Brian Kusuma Wardhana.
Kebiasaan baru Bre setelah lari pagi di taman kota
adalah mampir sejenak ke pasar rakyat di sisi timur taman kota. Bukan untuk
belanja, hanya untuk lirik sana lirik sini melihat ibu-ibu muda yang masih
cukup singset untuk dinikmati keindahannya. Selagi Bre sedang asyik menikmati
kerumunan ibu muda yang sedang antre di sebuah stan jajanan pasar, tiba-tiba
datang seorang wanita berjalan ketempat dimana Bre sedang berdiri.
“Hei!!! Lagi lihat apaan?!” bentak wanita tersebut dan
saat Bre menoleh ke arahnya ternyata...
“Lho...Bu Carissa!!! Belanja Bu???
Tumben-tumbenan..hehehe...,” Sambut Bre pada wanita yang membentaknya.
“Ganteng...nanti siang saya undang makan yah di
rumahku. Jarang-jarang lho aku masak sendiri. Cobain ya...,” ucap Bu Carissa
setelah mereka saling bertegur sapa satu sama lain.
"Buat Ibu apa sih yang enggak, hehehe. Ok deh
Bu...,” Balas Bre meyakinkan.
Setelah pertemuan pagi itu, Bu Carissa pun pulang.
Sedangkan Bre segera meluncur ke arah kampus namun bukan untuk ngampus,
melainkan mampir ke warung Bu Sumi seperti biasa. Sudah waktunya sarapan.
“Bik Sumi, nasi Pecel sambel tumpang seperti biasa Bu,
sama es jeruk manis...,” ucap Bre begitu sampai di warung langganannya yang
sangat bersahabat itu.
“Bre Gondrong....tunggakan kamu sudah hampir dua
bulan. Nih lihat! Dua lembar bolak-balik buku tulisku cuman penuh sama
tandatanganmu. Sekarang bayar dulu!! Ibu perlu buat belanja lagi baru kamu
boleh makan disini!!” bentak Bik Sumi dengan galak namun penuh canda. “Hari ini
Ibu ga masak, ndronggg!!! Modal Ibu habis buat ngutangin kamu !!” lanjut Bik
Sumi lagi dengan nada serius.
“Yahhh Ibu..maaf banget ya, hari ini aku blum ada
uang. Bre usahain besok deh lunas Bu. Ya udah Bre pamit dulu, sekali lagi maaf
lho Bu...” balas Bre dengan salah tingkah dan diliputi perasaan tidak enak pada
Bik Sumi.
Langkah gontai Bre menyusuri tepian kampus dengan lesu
karena rasa lapar yang demikian menyeruak. Kepalanya begitu berat, susah sekali
digunakan berpikir. Langkah Bre semakin lemah tanpa daya akibat terkuras waktu
jogging. Namun, sekali lagi Bre teringat pada sosok Karebet yang jenaka. “Oh
ya...kenapa aku tidak kerumah Karebet saja untuk meminta sedikit makan. Tanggal
30, uuh...lama sekali tanggal satu-nya....,” batin Bre sambil berusaha
menguatkan langkahnya menuju rumah sahabatnya.
“Permisi kakang Bima..”
“Ohh...selamat datang adikku Arjuna. Ada angin apakah
hingga membuatmu datang di kerajaanku sepagi ini??”
“Iya kakang Werkudoro. Aku tak tahu lagi harus
kemana...”
“Lho lah dalah...apa penyebabnya adikku, Janoko?
Apakah Srikandi meninggalkanmu?”
“Bukan itu kakang...kerusuhan yang terjadi di padang
Kurushetra telah membuatku gundah kakang..”
“Gundah? Apakah itu adik Arjuna?? Apakah pasukan Kurawa
masih saja mengganggu hidupmu?”
“Tidak...Duryudana dan pasukannya sudah lama tak
terlihat. Namun, sebentar kakang Bima...apakah kakang Yudistira ada di sini?”
“Iya...kakangmu...Puntadewa ada di sini. Sebenarnya
ada apakah gerangan adiku Arjuna?”
“Aku ingin kita bertiga berbicara, Kakang. Nakula dan
Sadewa hilang!!!”
“Apa...???!!”
“Hahaha....lu apaan sih Bre pakai acara
ber-mahabharata segala!!! Ade ape lu??” ucap seseorang yang ternyata adalah
Karebet.
“Hehehe...lu juga ngapain main ikut aja hahh!!!”
sambar Bre.
Derai tawa terdengar menyeruak di ruang tamu Karebet.
Ibu Karebet yang sedang libur kerja dan sedang duduk santai di ruang tengah
menjadi ikut tersenyum mendengar celoteh kedua pemuda konyol itu.
“Bet...ehmmm gue laperr...belum dapet kiriman dari
ortu!!” ucap Bre sambil malu-malu kucing.
“Jangan malu-malu.....kucinggg!!” teriak Karebet demi
melihat sahabatnya yang sedang kebingungan itu.
“Udah sono kebelakang...ambil sendiri sesuka hati lu
dah. Gitu aja pakai sungkan!!!” lanjut Karebet sambil tertawa geli.
Pertemanan Bre dan Karebet memang sudah seperti
saudara sendiri. Ibu Karebet pun juga sudah sangat terbiasa dengan kehadiran
Bre. Masalah memberi makan pun juga bukan hal susah bagi mereka, Bre diberikan
kebebasan di sana layaknya di rumah sendiri.
***
Hari belum beranjak terlalu siang. Terik pun juga tak
begitu terasa menyengat. Perut Bre gondrong sudah terasa begitu keroncongan.
Namun waktu untuk makan siang seperti yang sudah dijanji Ibu Carissa belum juga
tiba. Untuk mengisi kekosongan waktu, Bre mengambil gitar bolongnya yang sedang
bertengger di sudut kamar kosannya.
Nun jauh disana, Bu Carissa sedang membaca SMS dari
Pak Pram. Dik Carissa, jika tidak ada
kesibukan..bolehkah saya mengajak untuk nonton siang ini? Action si Iko Uwais
di film laga The Raid membuatku penasaran....bisakah? Isi SMS Pak Pram yang
dibaca Bu Carissa. Aduh maaf Pak...saya
sudah ada janji makan dengan keponakan saya siang ini...ehmmm lain kali saja
yah. Tampik Bu Carissa dalam SMS-nya, sepertinya Bu Carissa masih cukup
enggan membuka hati untuk yang lain sejak berkenalan dengan pria di jejaring sosial
itu. Meski dalam hati sebenarnya Bu Carissa memiliki kekaguman tersendiri pada
sosok Pak Pram yang gagah beracun.
Kembali pada permainan gitar Bre, Berbagai lagu ia
nyanyikan, seperti lagu Power-nya Helloween...
…...........................................
We've got the power
We are divine
We have the guts to follow the sign
Extracting tensions from sources unknown
We are the ones to cover the throne
…...........................................
kemudian lagunya Dream Theater berjudul Strange de
Javu...
…....................................
Subconscious Strange
Sensation
Unconscious relaxation
What a pleasant nightmare
And I can't wait to get
there again
Every time I close my eyes
There's another vivid
surprise
Another whole life's waiting
Chapters unfinished, fading
…....................................
dan diakhiri oleh lagu gahar milik Kaisar berjudul
Kerangka Langit.
…............................................
Dan cerita manusia perlu
berganti
Dan layar pun sudah mulai
dikibarkan kawan
Genggam tangan penuh
keyakinan
Mulailah melangkahkan kaki
baru
Menelusuri jalan penuh
kerikil kawan
Itu jalan menjadi dewasa
…..........................................
Selesai di lagu ketiga, jam sudah menunjukkan bahwa
Bre harus segera beranjak menuju kerumah Bu Carissa.
Sesampainya di rumah Bu Carissa, Bre disambut hangat
oleh pemilik rumah yang cantik jelita. Siang itu Bu Carissa tetap menampakan
kecantikannya walaupun hanya berbusana daster sederhana. Wajah cantik Bu
Carissa bak putri keraton Solo. Rambutnya yang tergerai panjang menyokong wajah
cantik itu menjadi lebih anggun dan berkelas. Acara makan siang segera
berlangsung dengan meriah. Meriah bukan karena ramainya tamu, tapi karena suara
berisik Bre yang seperti kesetanan saat melahap makanan yang tersaji.
Berkali-kali mulutnya terlihat mendesis menahan pedas. Namun Sepertinya ia
sangat menikmati sajian makan gratis itu.
Seminggu sudah setelah acara makan siang bersama di
rumah Ibu Carissa. Sinar matahari di hari minggu pagi bersinar cerah memasuki
jendela kamar kot. Tidak secerah hati Bre ataupun tidak seredup hati Bre.
Semuanya datar-datar aja nothing special.
Bre terlihat sedang memandangi sebingkai foto antara dirinya yang sedang
berpelukan dengan Karen, tentunya ketika masih berpacaran. Tersenyum
simpul ketika mengenang kebersamaan mereka, terlebih saat-saat terakhir dimana
Karen merengek-rengek minta married.
Bre terlihat menggeleng-gelengkan kepala berambut dreadlock-nya ketika mengingat itu semua.
Sekarang Karen sudah bersama Andi dan dirinya
mengikhlaskan, karena bersama Andi, Karen lebih bahagia. Diambilnya sebatang
rokok dan segera disulutnya dengan sebatang korek api. No lighter he has. Bre beralih menuju jendela kamarnya. Dia
melihat burung perkutut sang Empunya kos sedang sarapan jagung, sesekali minum
dan kemudian mendendangkan kicauan merdu. Entah kenapa kicauan makhluk lucu
bersayap itu begitu menenangkan hati dan jiwanya. Bre tersenyum kecil
ketika perkutut itu terlonjak kaget dan langsung terdiam dari kicauannya ketika
dikejutkan oleh suara mangga yang jatuh dari pohon tak jauh dari
sangkarnya. Bre kembali menerawangkan pikirannya. Kali ini mengenai sosok
Ibu Carissa. Sekarang Ibu dosen cantik itu sudah mempunyai tambatan hati
seseorang yang tampak perlente, dan ganteng walaupun rada berumur.
Ibu dosen yang awalnya sangat membencinya itu
akhir-akhir ini menjadi begitu hangat terhadap dirinya. Tapi itu pasti hanyalah
sementara, semuanya pasti akan ada titik akhirnya dan tidak akan ada koma lagi.
Bre merasa tidak pantas untuk mendambakan Ibu Carissa, begitu jauh level yang
memisahkan antara dirinya dengan dosen cantik itu. Kalo sekedar teman atau
sahabat masih memungkinkan. Yang terpenting dan terutama, mata kuliah yang
diampu Ibu Carissa sudah lulus dan menjadikan dirinya segera menyusun skripsi
untuk mendapatkan gelar kesarjanaannya.
Bre melemparkan puntung rokok yang sudah habis
dihisapnya ketempat sampah dengan gaya seolah-olah dirinya adalah seorang Kobe
Bryant sedang melakukan free throw ke
keranjang basket. Lemparannya tepat masuk kedalam tempat sampah dan Bre
pun tersenyum sambil mengepalkan tangannya, seakan-akan dia sedang dalam sebuah
pertandingan basket dan lemparan free throw yang dilakukannya itu adalah
lemparan penentu kemenangan teamnya.
Brian—cowok ganteng—yang selalu menjadi panutan di BEM
maupun HMJ kampusnya menyulut rokok yang kedua kalinya kemudian menghempaskan
tubuhnya di atas kasur.
“Keyshaa..hmm...,” gumam Bre perlahan.
Bre tersenyum ketika pertama kalinya mendatangi rumah
ber-cat cokelat itu. Bre ingat ketika melihat acara seni teater membaca puisi
di hall kampus. Bre pun masih merekam jelas dalam ingatannya ketika menonton
bioskop dengan Keysha, Karebet juga Santi. Waktu itu dengan gayanya yang
kocak Bre bilang bahwa kita kaya seperti rombongan sirkus, waktu berjalan
kearah Twenty One. Dan kata-kata spontan yang keluar dari mulut Bre itu membuat
Keysha Luna Djatmiko tertawa ngakak terus-terusan. Bahkan ketika sudah
berada di dalam gedung bioskop dan film telah diputar, Keysha selalu tertawa
keras ketika dengan tak sengaja bertatap mata dengan Bre. Itu membuat sebagian
besar penonton bioskop terheran-heran karena adegan di bioskop sedang
menampilkan adegan sedih.
Sudah sekian kali dirinya menyambangi rumah Keysha
untuk sekedar ngobrol dan sesekali mencoba untuk ber-romantis ria dan itu sudah
berhasil dilakukan Bre. Keysha pasti merasa kesepian ketika Bre tak kunjung jua
menyambangi rumahnya. Ujie, sang Tunangan yang sikapnya begitu dingin terhadap
Keysha pun sedikit demi sedikit terhapus luruh dari perasaannya seiring
kehadiran Bre. Tapi ada sesuatu yang membuat dirinya merasa rikuh ketika
melihat tatap mata yang mengisyaratkan tidak suka akan kedatangan dan
kehadirannya dirumah ber-cat cokelat itu. Yaah.. Mamanya Keysha.
“Gue sudah mulai suka dengan Keysha. Hmm.. Moga aja
bisa gue perjuangkan,” batin Bre dengan sorot mata penuh keyakinan yang kuat.
Ketika masih asyiik dengan lamunannya yang sepertinya tak akan berujung itu,
tiba-tiba terdengar bunyi ringtone dari handphone kesayangannya. Sebuah reff
lagu dari BonJovi “Blaze of Glory” bergema keras stereo. “Nomer siapa yaa??”
batin Bre sambil ketika mendapati handphone-nya
di telpon oleh nomor yang tidak tersimpan di-list contact-nya.
“Hallo...,” sapa Bre.
“Maaf apa ini dengan sodara Brian?” tanya suara cowok
dengan nada berat diujung telepon.
“Betul, ini Brian. Maaf dengan siapa saya bicara?”
tanya Bre penasaran.
“Saya Burhan Djatmiko, Papanya Keysha.”
DEEGGG!!! Ada apakah gerangan sampai Papanya Keysha
nelpun gue????
“Iyaa Pak, ada yang bisa saya bantu?” jawab Bre
menebak-nebak soal apakah yang akan dibicarakan bapaknya Keysha.
“Hmm.. Begini anak muda. Saya sudah mendengar tentang
perihal anda dari istri saya, kalau anda sering bermain kerumah kami untuk
bertemu Keysha. Benarkah begitu?” tanya Papanya Keysha terdengar berwibawa.
“Benar, Pak. Ngg.. Kenapa yaa?”
“Begini.. Saya yakin anda adalah cowok baik-baik.
Cowok baik-baik itu akan selalu menghormati ketika tahu bahwa cewek yang sering
dikunjunginya itu sudah mempunyai tunangan dan tidak akan merusak hubungan
diantara keduanya. Paham? Jadi saya minta baik-baik pada anda, agar anda tidak
usah berhubungan dengan Keysha lagi, meskipun anda akan menjawab pertanyaan
saya dengan kalimat, kami Cuma temenan aja kok Pak, itu non sense buat saya. Keysha akan bahagia dengan tunangannya itu,
masa depannya akan lebih terjamin dimasa mendatang. Jadi saya mohon, jauhi
Keysha apapun alasannya!!”
Brian hanya terpaku terdiam mendengar celotehan orang
tua yang sangat meremehkannya. Darahnya mendidih, giginya gemeletukan, raut
wajahnya memerah marah, emosinya menggelegak demi mendengar pernyataan Papanya
Keysha seolah-olah Keysha akan merana jikalau berhubungan denganya.
“Anak muda, Anda tidak mau kan dikatakan sebagai
perusak hubungan orang lain? Saya yakin seorang idealis seperti anda pasti tahu
harus bersikap bagaimana. Oke, itu aja yang ingin saya sampaikan,” imbuh suara
berat Papanya Keysha dari seberang telepun.
“TUT..TUT..TUUT....” suara sambungan telepon terputus.
Bre bahkan tidak sempat membalas ucapan Papanya Keysha. Dia cuma shock dan terpaku. Sekarang, jalan untuk
mendapatkan Keysha sangatlah terjal, meski seandainya Keysha juga suka padanya.
“Brengseekk!!! Bajingaaannn!!!!” umpat Bre penuh
emosi. “Hmm.. Gue harus berkepala dingin. Dalam hal ini Keysha tidak bersalah.
Orang tuanya pasti yang menekan dan menjodohkan dia dengan tunangannya. Kasian
Keysha selalu kesepian di rumah, tiada teman tiada kawan. Makanya dia selalu
merajuk dan ngambek kalo gue ga main ke rumahnya. Keysha, gue akan berjuang
buat lu...,” gumam Bre lirih tapi terlihat kilat semangat membara diwajah
gantengnya. “Aku pasti bisa!!” kata Bre yakin sambil mengepalkan tangan seraya
menatap sebuah foto.
Yuupz. Sebuah foto super
hero Superman yang kepalanya sudah diganti dengan kepala Bre dan dada yang
bertuliskan huruf S juga sudah diganti huruf B. BreeMan!! Hahaha Mantap
Jackk!!! Bre membuang puntung rokok keduanya ke dalam tempat sampah, dengan
gerakan ala Hakeem Olajuwon sedang melakukan slam dunk. Bre melemparkan puntung rokok itu dengan telak tapi
sayangnya hanya mengenai bibir keranjang dan meleset ke luar.
0 Komentar untuk "Juwita Hati: Tak Mudah Menggapaimu"
Untuk diperhatikan!!!
1. Dalam berkomentar gunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang menyisipkan link aktif
3. Komentar yang mengandung unsur kekerasan, porno, dan manyinggung SARA akan dihapus